Minggu, 18 Mei 2008

Ada apa? dibalik Kudeta G30s/PKI !!!

Sabtu, 01 Okt 2005,
Ilmuwan Ceko Bongkar Konspirasi di Balik Kudeta PKI 1965

Mao Minta Habisi dengan Sekali Pukul
Buku 447 halaman Kudeta 1 Oktober 1965 yang ditulis ilmuwan Ceko, Victor
Miroslav Vic, mengungkap detail teori konspirasi di balik kudeta berdarah
PKI 40 tahun lalu. Terutama tentang peran Ketua Partai Komunis China Mao
Zedong.

BAHARI, Jakarta

PESAWAT kepresidenan Jetstar yang membawa Presiden Soekarno dan 80 anggota
rombongan, termasuk Ketua CC (Committee Central) PKI Dipo Nusantara (D.N.)
Aidit, meninggalkan tanah air menuju Aljazair guna menghadiri Konferensi
Asia Afrika (KAA) II. Pesawat transit di Kairo, Mesir, 26 Juni 1965.

Mendadak ada kabar bahwa Presiden Aljazair Ben Bella dikudeta. KAA pun
ditunda hingga 5 November 1965. Bung Karno kemudian memutuskan pulang ke
tanah air. Sedangkan rombongan kecil yang dipimpin Aidit melawat ke Peking
(Beijing), China. Salah satu di antara mereka adalah Nyono.

Setibanya di tanah air, penyakit ginjal Bung Karno kambuh lagi. Tim dokter
China yang merawat Bung Karno sejak 1960 mendiagnosis bahwa kali ini
penyakitnya makin gawat. Bahkan, tim dokter China itu memperkirakan,
sewaktu-waktu jika penyakit Bung Karno kambuh lagi nyawanya tak tertolong.
Keadaan ini makin mematangkan rencana PKI mengambil alih kekuasaan dari
tangan Bung Karno. Yakni, dengan menyingkirkan rival utamanya lebih dahulu:
para jenderal TNI AD.

Gawatnya kesehatan Bung Karno itu terlihat dari perintah pemanggilan
mendadak Aidit dan Nyono oleh sang pemimpin besar revolusi itu lewat Menlu
Soebandrio. Keduanya diminta segera pulang ke tanah air. Lewat kawat, Aidit
menjawab akan pulang pada 3 Agustus 1965.

Pada 4 Agustus 1965, kesehatan Bung Karno terus memburuk. Dia tiba-tiba
muntah-muntah sebanyak 11 kali, ditambah hilang kesadaran empat kali. Dokter
kepresidenan, Dr Mahar Mardjono, pun mendadak dipanggil ke kamar Bung Karno
di Istana Negara. Saat itu sudah ada tim dokter China.

Belakangan, diduga keras ternyata diagnosis dokter China tadi berkaitan erat
dengan rencana PKI mengambil alih kekuasaan di Indonesia. Rencana ini muncul
setelah Aidit bertemu Mao Tze Tung (Mao Zedong) di China. Sebab, posisi Bung
Karno sebagai presiden sekaligus panglima tertinggi Angkatan Bersenjata
sangat menentukan arah politik Indonesia.

Kalau sampai Bung Karno mangkat, sudah bisa ditebak akan terjadi perebutan
kekuasaan antara PKI dan TNI-AD. Saling mendahului dan saling jegal antara
kekuatan saat itu sangat mewarnai politik Indonesia 1965. "Ternyata
diagnosis tim dokter China terbukti keliru. Sebab, Bung Karno baru meninggal
tujuh tahun kemudian," ungkap Ketua LIPI Taufik Abdulah dalam bedah buku di
Yayasan Obor yang menerbitkan buku karya Miroslav kemarin.

Dugaan lain yang menguatkan bahwa PKI akan mengambil alih kekuasaan di
Indonesia terekam dalam pembicaraan Ketua Partai Komunis China Mao Tze Tung
dan Ketua CC PKI DP Aidit yang menemuinya Zhongnanghai, sebuah perkampungan
dalam dinding-dinding kota terlarang di China.

"Kamu harus mengambil tindakan cepat," kata Mao kepada Aidit.

"Saya khawatir AD akan menjadi penghalang," keluh Aidit ragu-ragu.

"Baiklah, lakukan apa yang saya nasihatkan kepadamu; habisi semua jenderal
dan perwira reaksioner itu dalam sekali pukul. Angkatan Darat akan menjadi
seekor naga yang tidak berkepala dan akan mengikutimu," ungkap Mao
berapi-api.

"Itu berarti membunuh beratus-ratus perwira," tanya Aidit lagi.

"Di Shensi Utara, saya membunuh lebih dari 20 ribu orang kader dalam sekali
pukul saja," tukas Mao.

Setelah menemui Mao, Aidit disertai dua dokter China, Dr Wang Hsing Te dan
Dr Tan Min Hsuen (salah satu di antaranya diyakini Miroslav sebagai perwira
intelijen China) terbang ke Jakarta guna mendeteksi kesehatan Bung Karno.
Pada 7 Agustus 1965, mereka menghadap Bung Karno di Istana Merdeka.

Esoknya, 8 Agustus 1965, Aidit kembali menemui Bung Karno di Istana Bogor
untuk berbicara empat mata. Menurut Miroslav, saat bertemu secara pribadi
dengan Bung Karno itulah, Aidit melaporkan hasil pembicaraannya dengan Mao
Tze Tung. Misalnya, advis untuk menyingkirkan jenderal AD yang tidak loyal
kepada presiden (baca dewan jenderal sebutan PKI bagi jenderal AD).

PKI sadar benar tidak mudah menyingkirkan para jenderal AD tanpa payung
kekuasaan Soekarno. Kedua, membentuk Kabinet Gotong Royong dengan PKI
sebagai pemegang kendali (dengan memasukkan para kadernya). Ketiga, setelah
semua misi itu sukses, diam-diam PKI menyiapkan strategi untuk menyingkirkan
Bung Karno secara halus. Caranya, China menawari Bung Karno untuk istirahat
panjang di sebuah vila dekat Danau Angsa, China, guna mengobati penyakitnya.

"Itu sebenarnya cara licik Aidit dan Mao untuk menyingkirkan Bung Karno dari
kekuasaannya setelah melapangkan jalan PKI mengambil alih kekuasaan," ungkap
Miroslav.

Cara itu pernah diterapkan Mao kepada Raja Kamboja Pangeran Norodom
Sihanouk. Setelah China berhasil mengomuniskan Kamboja lewat Pol Pot.
Giliran Jenderal Lon Nol mengudeta Sihanouk saat berkunjung ke Moskow. Saat
Kremlin (baca Uni Sovyet) menolak memberikan suaka kepada Sihanouk, China
dengan senang hati menawarkan tempat tinggal dan perawatan yang wah bagi
Sihanouk. "Istrinya, Princess Monica, sangat menikmati pemberian China
tadi," tambah Miroslav.

Berdasar hasil rekonstruksi kejadian yang dibuat Miroslav, Bung Karno
tampaknya sejalan dengan rencana Mao. Terbukti, lanjut Miroslav, Bung Karno
memanggil Brigjen Subur, Komandan Resimen Tjakrabhirawa, dan Letkol Untung
ke kamar tidurnya untuk bertanya pada mereka.

"Apakah dia (Untung) cukup berani menangkap para jenderal yang tidak loyal
kepada presiden dan menentang kebijakannya?" tanya Bung Karno.

"Saya akan melakukan kalau diperintahkan," jawab Untung saat itu.

Ketua LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Taufik Abdullah mengatakan,
kevalidan sejarah seperti itu memang perlu diuji. Tapi, boleh jadi dugaan
keras Miroslav tersebut ada benarnya.

Taufik membuat tamsil, ada sepasang pengantin masuk rumah. Saat keluar
wajahnya terlihat lusuh. Orang bisa menduga, pasangan pengantin itu baru
melaksanakan kewajibannya sebagai suami istri. Tapi, tidak ada yang tahu
persis. "Bisa juga wajah yang tampak loyo itu disebabkan mereka habis
membersihkan rumah," ujar Taufik.

"Miroslav pantas menduga kuat bahwa pembicaraan Aidit dan Bung Karno di
kamar tidurnya adalah soal isi pertemuan Aidit dengan Mao," tambah Taufik.

Mao Tze Tung, lanjut Miroslav, semula ingin menggandeng Bung Karno untuk
menancapkan kekuasaan PKI di Indonesia. Tapi, dalam perkembangan
selanjutnya, Bung Karno dinilai bukan sosok pemimpin yang cocok. Dia
dianggap terlalu sembrono dan pembawaannya meledak-ledak. Tapi, Mao tetap
membutuhkan Bung Karno untuk mengantarkan PKI berkuasa di Indonesia.

Soal pembawaan yang meledak-ledak tersebut pernah dilaporkan Menlu China
Marsekal Chen Yi saat menemui Bung Karno, 3 Desember 1964. Ketika itu, Bung
Karno menuntut China agar membagi teknologi nuklirnya dengan Indonesia. Bung
Karno juga mendesak uji nuklir dilakukan di wilayah Indonesia. Tujuannya,
memberi dampak psikologis kepada kawan dan lawan Indonesia. Tapi, Chen Yi
menolak karena itu terlalu berbahaya. Bung Karno kontan naik pitam. "Sambil
menggebrak meja, Bung Karno berdiri menudingkan telunjuknya ke arah Chen
Yi," ungkap Miroslav.

Akibat keragu-raguan Mao Tze Tung tersebut, akhirnya China menunda
pengiriman 100 ribu pucuk senjata untuk angkatan kelima (baca buruh dan
tani) seperti dijanjikan sebelumnya. Sebagai gantinya, Mao hanya mengirimkan
30 ribu pucuk senjata lewat beberapa kapal guna menghadapi jenderal AD yang
reaksioner. Tapi, itu tidak gratis. Sebagai imbalannya, Mao minta presiden
melapangkan jalan PKI menguasai Indonesia. "Soal perjanjian rahasia itu
terungkap dalam surat Aidit 10 November 1965 yang dikirim ke Bung Karno,"
terang Miroslav.

Jaringan intelijen yang dibangun PKI terus mengintesifkan pembicaraan dengan
penguasa komunis China guna mempersiapkan pengambialihan kekuasaan di
Indonesia. Kontak Aidit-Mao maupun Soebandrio-Chen Yi makin intensif
menjelang pengambilalihan yang ternyata gagal itu.

Akhirnya, sejarah pun mencatat: pada 30 September 1965, terjadi penculikan
dan pembunuhan enam jenderal TNI-AD oleh pasukan Cakrabhirawa. Mereka lalu
dibawa ke Lubang Buaya untuk dimakamkan.

Tapi, itu sekaligus pukulan balik bagi PKI. Pangkostrad Mayjen Soeharto
berhasil mengorganisasikan berbagai kekuatan anti-PKI untuk memukul balik
lawannya. Soeharto akhirnya menjadi penguasa Orba selama 30 tahun lebih. (*)

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=5663

Tidak ada komentar: